Hukum Menjual Khamar (Minumas Keras) dan Status Harta dari Hasil Penjualannya
Sebetulnya, hukum permasalahan ini sudah jelas, meskipun bagi orang-orang awam sekalipun. Akan tetapi, penulis merasa perlu untuk menuliskannya kembali, sebagai bentuk nasihat kepada penulis sendiri dan juga kaum muslimin, untuk menjauhi harta haram. Juga karena semakin maraknya peredaran atau jual beli khamar (minuman keras) di sebagian wilayah di negeri kita.
Hukum menjual khamar
Para ulama sepakat bahwa membuat (memproduksi), memperjualbelikan, dan meminum khamar hukumnya haram. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah rijsun (kotor), termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu, agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90)
Dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala mengatakan bahwa khamar termasuk kotoran (rijsun) dan perbuatan setan, sehingga harus dijauhi. Oleh karena itu, menjual khamar sama saja dengan menjual kotoran dan merupakan perbuatan setan.
Demikian pula, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah menegaskan haramnya menjual khamar ketika penaklukan kota Mekah,
إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الخَمْرِ، وَالمَيْتَةِ وَالخِنْزِيرِ وَالأَصْنَامِ
“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan menjual khamar, bangkai, babi, dan patung (berhala).” (HR. Bukhari no. 2236, 4296 dan Muslim no. 1581)
Dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,
لَمَّا أُنْزِلَتِ الآيَاتُ مِنْ سُورَةِ البَقَرَةِ فِي الرِّبَا، خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى المَسْجِدِ فَقَرَأَهُنَّ عَلَى النَّاسِ، ثُمَّ حَرَّمَ تِجَارَةَ الخَمْرِ
“Ketika ayat-ayat tentang riba dari surah Al-Baqarah diturunkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pergi ke masjid dan membacakan ayat-ayat tersebut kepada orang-orang. Kemudian beliau melarang perdagangan khamar (minuman keras).” (HR. Muslim no. 459)
Dari sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَعَنَ اللَّهُ الْخَمْرَ، وَشَارِبَهَا، وَسَاقِيَهَا، وَبَائِعَهَا، وَمُبْتَاعَهَا، وَعَاصِرَهَا، وَمُعْتَصِرَهَا، وَحَامِلَهَا، وَالْمَحْمُولَةَ إِلَيْهِ
“Allah melaknat khamar (minuman keras), (juga melaknat) orang yang meminum, yang menuangkan, yang menjual, yang membeli, yang memeras (memproduksi), yang meminta untuk diperas (diproduksi), yang membawa (mengantarkan atau mendistribusikan), dan orang yang meminta untuk dibawakan (diantarkan) khamar kepadanya.” (HR. Abu Dawud no. 3674, dinilai sahih oleh Al-Albani)
Dari Yahya Abi Umar An-Nakha’i, beliau berkata,
سَأَلَ قَوْمٌ ابْنَ عَبَّاسٍ عَنْ بَيْعِ الْخَمْرِ وَشِرَائِهَا وَالتِّجَارَةِ فِيهَا، فَقَالَ: أَمُسْلِمُونَ أَنْتُمْ؟ قَالُوا: نَعَمْ، قَالَ: فَإِنَّهُ لَا يَصْلُحُ بَيْعُهَا، وَلَا شِرَاؤُهَا، وَلَا التِّجَارَةُ فِيهَا
“Suatu kaum bertanya kepada Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma tentang hukum menjual dan membeli khamar serta berdagang dengannya. Maka beliau berkata, ‘Apakah kalian muslim?’ Mereka menjawab, ‘Ya.’ Ibnu Abbas berkata, ‘Sesungguhnya tidak diperbolehkan menjualnya, membelinya, atau berdagang dengannya.’” (HR. Muslim no. 2004)
Dalil-dalil di atas sangat tegas dan jelas menunjukkan haramnya jual beli khamar.
Teladan dari para sahabat radhiyallahu ‘anhum ketika khamar diharamkan
Teladan terbaik dalam masalah khamar ini adalah yang ditunjukkan oleh para sahabat ketika Allah Ta’ala mengharamkan khamar. Para sahabat tidak ragu untuk membuang dan menumpahkan khamar tersebut di jalan-jalan kota Madinah.
Dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkhotbah di Madinah,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ اللهَ تَعَالَى يُعَرِّضُ بِالْخَمْرِ، وَلَعَلَّ اللهَ سَيُنْزِلُ فِيهَا أَمْرًا، فَمَنْ كَانَ عِنْدَهُ مِنْهَا شَيْءٌ فَلْيَبِعْهُ وَلْيَنْتَفِعْ بِهِ
“Wahai manusia, sesungguhnya Allah Ta’ala memberikan peringatan tentang khamar, dan mungkin Allah akan menurunkan hukum (larangan) mengenai hal itu. Maka, siapa saja yang memiliki sesuatu darinya (khamar), hendaklah ia menjualnya, dan mengambil manfaat darinya (sebelum pelarangan diturunkan).”
Abu Sa’id berkata, “Rasulullah diam sesaat kemudian bersabda,
إِنَّ اللهَ تَعَالَى حَرَّمَ الْخَمْرَ، فَمَنْ أَدْرَكَتْهُ هَذِهِ الْآيَةُ وَعِنْدَهُ مِنْهَا شَيْءٌ فَلَا يَشْرَبْ، وَلَا يَبِعْ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala telah mengharamkan khamar. Maka, siapa saja yang mendapatkan ayat ini dan masih memiliki sesuatu darinya, janganlah ia meminumnya dan jangan pula menjualnya.”
Abu Sa’id kemudian menceritakan,
فَاسْتَقْبَلَ النَّاسُ بِمَا كَانَ عِنْدَهُ مِنْهَا فِي طَرِيقِ الْمَدِينَةِ فَسَفَكُوهَا
“Maka orang-orang pun menyambut perintah tersebut dengan membuang khamar yang mereka miliki di jalan-jalan kota Madinah, lalu mereka menumpahkannya.” (HR. Muslim no. 1578)
Demikianlah ketaatan para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Ketika khamar pada akhirnya diharamkan (setelah tahap-tahap pelarangan tertentu), diharamkan juga menjual khamar, mereka pun tunduk dan patuh, lalu mereka menumpahkan khamar yang masih mereka miliki di jalan-jalan kota Madinah.
Status harta (uang) yang diperoleh dari menjual khamar
Ketika status khamar hukumnya haram, maka status uang (harta) yang diperoleh seseorang dari hasil menjual khamar adalah harta haram, sehingga wajib bertobat darinya dengan berhenti menjual khamar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَيْءٍ حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ
“Sesungguhnya, apabila Allah mengharamkan memakan sesuatu atas suatu kaum, maka Allah juga mengharamkan uang (keuntungan) dari hasil penjualannya.” (HR. Abu Dawud no. 3488, dinilai sahih oleh Al-Albani)
Meskipun demikian jelas bahwa uang hasil menjual khamar adalah harta haram, namun sebagian orang tidak peduli. Apalagi saat hidup di era modern saat ini, ada dorongan dan tuntutan dalam diri sebagian orang untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dengan jalan yang relatif mudah. Benarlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ، لاَ يُبَالِي المَرْءُ بِمَا أَخَذَ المَالَ، أَمِنْ حَلاَلٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ
“Akan datang suatu masa pada manusia, ketika seseorang tidak lagi peduli dari mana ia memperoleh harta, apakah dari yang halal atau yang haram.” (HR. Bukhari no. 2083)
Kita pun khawatir ketika peredaran harta-harta haram tersebut telah merajalela di suatu wilayah, maka Allah pun akan menurunkan adzab dan hukumannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إذا ظهر الزنا و الربا في قرية فقد أحلوا بأنفسهم عذاب الله
“Apabila zina dan riba telah muncul merajalela di suatu kampung, sungguh mereka telah menjerumuskan diri mereka sendiri ke dalam azab Allah.” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, 2: 43. Adz-Dzahabi mengatakan bahwa hadis ini sahih)
Semoga Allah Ta’ala menjaga dan melindungi kita semua dari hal ini.
***
@Fall, 5 Jumadil awal 1446/ 7 November 2024
Penulis: M. Saifudin Hakim
Artikel Muslim.or.id
Referensi:
Harta Haram Muamalat Kontemporer, karya Dr. Erwandi Tarmizi, MA; cetakan ke-6, Desember 2013, penerbit Berkat Mulia Insani.
Artikel asli: https://muslim.or.id/100509-hukum-menjual-khamar-minumas-keras-dan-status-harta-dari-hasil-penjualannya.html